Perahu Kertas untuk Asih
Oleh Aiva Lathif
“Aku hanya ingin mewujudkan impian Asih yang belum sempat terwujud.” ujarku. Di depanku, dua sejoli itu menatap nanar ke arah lima toples kaca besar yang penuh berisi hasil lipatan-lipatan tanganku.
---
“Anna, kau lihat perahu kecil itu? Dari kejauhan ia terlihat seperti pisang yang mengambang. Hmm, yummy!”
“Ah, ada-ada saja kau, Asih! Tumben sekali kau mengajakku ke pantai. Ada apa ?”
“Kau tau kan ? Aku akan menikah dengan bule Australi itu? Dan, kau juga tau kan? Bahwa hanya Ewild yang kucintai selama ini?”
“Ya! Lalu?”
“Aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan padamu. Hari ini.”
“Apa yang kau katakan ? Hari pernikahanmu sudah dekat. Kusarankan agar kau tidak macam-macam, Asih!”
“Aku memiliki sesuatu untukmu.” menyodorkan tumpukan kertas origami berwarna-warni. “Ini! Semuanya sudah kuselipkan pesan-pesanku untuk Ewild.”
“Untuk apa ?”
“Kau sahabatku, bukan? Buatkan aku seribu perahu kertas. Kemudian ajak Ewild kemari saat perahu ke-seribu rampung. Biarkan dia melarung semua perahu itu, untukku.” Asih membumbungkan senyuman renyahnya. Ah, seperti biasa.
“Kau tak memberiku alasan yang jelas, Asih!”
“Kumohon.. aku jaji ini yang terakhir!” dia berlalu begitu saja. Aku masih ternganga, berusaha mencerna suapan kata terakhir dari Asih.
---
“Asih! Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan semua ini?” teriak Steven histeris. Dilihatnya raga Asih tergeletak lemas di lantai kamarnya. Tetesan darah segar berceceran di lantai, bibir dan hidung Asih.
“Tuhan yang melakukannya, Steve. Biarkan aku pergi.” lunglai. Bagai tiada lagi daya di balik kulit pucat Asih. Masih dengan senyuman yang menyangga pipi tirusnya, nafas Asih pun berakhir di pangkuan Steven.
“Asiiiiiiiiiiihhhh!” teriakan Steven menjadi saksi perpisahan raga dan sukma Asih untuk kali pertama dan terakhir.
---
“Apa yang sebenarnya terjadi, Anna!” Steven mengguncang badanku di atas makam Asih. Dan aku hanya mampu menjawab dengan lelehan hangat yang mengucur dari mataku. “Kkkaaau! Argggghh!”. Steven Joseph. Tipe lelaki temperamental yang seharusnya hari ini bersanding dengan Asih pun enyah dari hadapanku dengan segala amarah dan kepedihannya.
---
“Kau tau kenapa aku membawamu ke sini ?”
“Tidak!”
“Kau tau ? Asih sudah meninggal beberapa hari lalu!”
“Lalu?”
“Sudah kuduga. Kau tak akan peduli. Asal kau tau, Asih meninggal karena dia mencintaimu. Beberapa hari dia meninggalkan obat-obatan yang harus ia makan jika ingin tetap bertahan. Dia tak ingin menikah dengan bule itu hingga akhirnya dia memilih mati di hari pernikahannya.” Ewild dan Nadya -perempuan yang membuat Ewild menghapus Asih dari bagian kisah hidupnya- terlihat sangat shock mendengar alasan yang baru saja kuutarakan.
“Aku hanya ingin mewujudkan impian Asih yang belum sempat terwujud.” ujarku. Di depanku, dua sejoli itu menatap nanar ke arah lima toples kaca besar yang penuh berisi hasil lipatan-lipatan tanganku. Lanjutku, “Seribu perahu kertas. Ini! Larunglah untuk Asih yang tak pernah berhenti mencintaimu, Ewild.”
Warna-warni perahu kertas itu pun mengambang pada altar batas lautan dan daratan. Perlahan mereka menjauh terjilat laju ombak yang tenang, dengan sesekali berpadu tetesan air mata penyesalan atas penghianatan.
“Selamat atas hasil penghianatanmu, Ewild.” Kataku berlalu. Sejoli itu pun terpaku di hadapan cakrawala [1]Teluk Awur yang menjingga. Membisik maaf pada angin berharap sampai pada Asih di sana.
[1]Pantai yang indah di Jepara.
ṓ_SELESAI_ṓ
Kudus, 21 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar